animasi bergerak gif

Minggu, 23 Juni 2013

Makalah BPHTB



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar belakang
Ketentuan mengenai Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) diatur dalam UU No. 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan sebagaimana terakhir diubah dengan UU no. 20 tahun 2000.
Undang-undang no. 7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan sebagaimana telah beberapa kali perubahan, Pertama : UU No. 7 tahun 1991, ke dua : UU No. 10 tahun 1994, Ke tiga : UU No. 17 tahun 2000 dan diubah terakhir dengan UU Pajak Pengahasilan No. 32 tahun 2008.
Undang-undang No. 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU N0. 28 tahun 2007.
Pajak adalah iuran atau pungutan wajib yang dupungut oleh pemerintah dari masyarakat untuk menutupi pengeluaran rutin negara dan biaya pembangunan tanpa balas jasa yang dapat ditunjuk secara langsung. Namun secara logika pajak yang dibayar oleh masyarakat tersebut mempunyai dampak secara langsung terhadap kesejahteraan masyarakat seperti pembangunan jalan, jembatan, dan tempat-tempat umum lainnya.

1.2  Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan BPHTB ?
2.      Apa subjek dan objek dalam BPHTB ?
3.      Bagaimana dasar pengenaan BPHTB ?
4.      Bagaimana cara perhitungan dalam BPHTB ?
1.3  Tujuaan Penulisan
Dengan adanya makalah ini maka pembaca dapat mengetahui Pengertian BPHTB, Subjek dan Objek BPHTB, Pengenaan BPHTB, cara perhitungan BPHTB dan semua yg menyangkut tentang BPHTB.

BAB II
Pembahasan

1.      Pengertian
Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan adalah bea yang dikenakan pada setiap pemindahan hak atau hibah wasiat atas harta tetap dan hak-hak kebendaan atas tanah yang pemindahan haknya dilakukan dengan akta. Menurut peraturan Undang-Undang BPHTB bahwa Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan  adalah pajak yang dikenkan atas tanah dan atau bangunan, yang selanjutnya disebut dengan pajak, sedangkan pengertian perolehan hak atas tanah dan atau bangunan adalah perbuatan atau peristiwa huku yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan bangunan oleh orang pribadi  atau badan. Hak atas tanah adalah hak atas tanah termasuk ha pengelolaan, beserta bangunan di atasnya sebagimana dalam Undang-Undang No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Undang-Undang No. 16 tentang Rumah Susun dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lainnya.

2.      Subjek dan Objek BPHTB
Subjek BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan. Subjek BPHTB yang dikenakan kewajibah wajib membayar BPHTB yang menurut perundang-undangan perpajakan yang menjadi Wajib Pajak.
Objek BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan adalah perbuatan (disengaja) atau peristiwa hukum (otomatis/tidak disengaja) yang mengakibatkan perolehannya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan.

Prolehan hak pada dasarnya ada dua yaitu : Pemindahan hak dan perolehan hak baru.
1.      Pemindahan hak karena :
ü  Jual Beli
ü  Tukar Menukar
ü  Hibah
ü  Hibah Wasiat
ü  Waris
ü  Pemasukan dalam perseroan atau Badan Hukum lainnya
ü  Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan
ü  Penunjukan pembeli dalam lelang
ü  Putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap
ü  Penggabungan Usaha
ü  Peleburan Usaha
ü  Pemekaran Usaha
ü  Hadiah
2.      Perolehan hak dalam istilah pemberian hak baru terjadi karena :
ü  Kelanjutan pelepasan hak, yaitu pemberian hak baru kepada orang pribadi atau badan hukum dari Negara atas tanah yang berasal dari pelepasan hak.
ü  Di luar pelepasan hak, yaitu pemberian hak baru atas tanah kepada orang pribadi atau badan hukum dari Negara atau dari pemegan hak milik menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
                                                           
3.      Objek pajak yang tidak dikenakan BPHTB (bukan objek BPHTB)
Objek pajak yang tidak dikenakan BPHTB adalah objek pajak yang diperoleh :
1.      Perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik.
2.      Objek pajak yang diperoleh Negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau untuk pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum. Yaitu tanah dan atau bangunan yang digunakan untuk penyelenggaraan pemerintah baik Pemerintah Pusa maupun oleh Pemerintah Daerah dan kegiatan yang semata-mata tidak ditunjukan untuk mencari keuntungan, misalnya : tanah dan atau bangunan yang digunakan untuk instalasi pemerintah , rumah sakit, dan jalan umun.
3.      Badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan syarat tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain diluar fungsi dan tugas badan atau perwakilan organisasi tersebut.
4.      Orang pribadi atau badan atau karena konversi hak dan perbuatan hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama.
5.      Objek pajak yang diperoleh orang pribadi atau badan karena wakaf. Yaitu perbuatan hukum orang pribadi atau badan yang memisahkan sebagian dari kekayaannya yang berupa hak milik tanah dan bangunan dan untuk melembagakannya untuk selama-lamanya untuk kepentingan peribadatan atau kepentingan umum lainnya tanpa imbalan apapun.
6.      Objek pajak yang diperoleh orang pribadi atau badan yang digunakan untuk kepentingan ibadah.
                                                                                    
4.      Dasar Pengenaan BPHTB
Sesuai dengan pasal 5 UU BPHTB, tarif Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan merupakan tarif tunggal sebesar 5%. Penentuan tarif tunggal ini di maksudkan untuk keserhanaan kemudahan penghitungan. Dasar pengenaan BPHTB adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP), yaitu :
a)      Jual Beli adalah harga transaksi
b)      Tukar Menukar adalah nilai pasar
c)      Hibah adalah nilai pasar
d)      Hibah Wasiat adalah nilai pasar
e)      Waris adalah nilai pasar
f)       Pemasukan dalam perseroan atau Badan Hukum lainnya adalah nilai pasaar
g)      Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah nilai pasar
h)      Peralihan hak karena pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum adalah nilai pasar
i)        Pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah nilai pasar
j)        Pemberian hak baru atas tanah dalam pelepasan hak adalah nilai pasar
k)      Penggabungan Usaha adalah nilai pasar
l)        Peleburan Usaha adalah nilai pasar
m)   Pemekaran Usaha adalah nilai pasar
n)      Hadiah adalah nilai pasar
o)      Penunjukan pembeli dalam lelang adalah harga transaksi yang tercantum dalam Risalah Lelang
Dalam hal NPOP tidak diketahui atau lebih rendah daripada Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) PBB pada tahn terjadinya perolehan, dasar pengenaan BPHTB yang dipakai adalah NJOP PBB. Yang dimaksud dengan harga transaksi adalah harga yang terjadi dan telah disepakati oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Dalam hal NJOP PBB pada tahun terjadinya perolehan belum ditetapkan, besarnya NJOP PBB ditetapkan oleh Mentri Keuangan.

5.      Pengenaan BPHTB
Ada beberapa kondisi dimana seorang wajib pajak harus dikenakan BPHTB diantaranya adalah sebagai berikut :
1.      Pengenaan BPHTB karena waris dan hibah wasiat BPHTB yang terutama atas perolehan hak karena waris dan hibah wasiat adalah sebesar 50% dari BPHTB yang seharusnya terutang.
2.      Pengenaan BPHTB karena pemberian Hal Pengelolaan. Besarnya BPHTB karena pemberian Hak Pengelolaan adalah sebagai berikut :
a.      0% (Nol Persen) dan BPHTB yang seharusnya terhutang dalam hal penerimaan Hak Pengelolaan adalah Departemen, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, Lembaga Pemerintahan Nasional (Perum Perumnas)
b.      50% (lima puluh persen) dari BPHTB yang seharusnya terutang dalam hal penerimaan Hak Pengelolaan selain dimaksudkan di atas.
                                                                                        
6.      Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) Ditetapkan Secara Regional Paling Banyak
Berikut ini adalah beberapa perolehan objek pajak tidak kena pajak (NPOPTKP) yang dapat mengurangi NPOP suatu objek pajak tertentu sebagai berikut :
1.      Rp. 49.000.000 (empat puluh sembilan juta rupiah) dalam hal perolehan hak Rumah Sederhana Sehat (RSH) dan Rumah Susun Sederhana.
2.      Rp. 10.000.000 (sepuluh juta rupiah) dalam hal perolehan hak baru melalui program pemerintah yang diterima pelaku usaha kecil atau mikro dalam rangka program peningkatan sertifikasi tanah untuk memperkuat penjaminan kredit bagi usaha mikro dan kecil.
3.      Rp. 300.000.000 (tiga ratus juta rupiah) dalam hal perolehan hak karena waris, atau hibah wasiat yang diterima orang pribadiyang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus atau sederajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah termasuk istri/suami.
4.      Paling banyak Rp. 60.000.000n (enam puluh juta rupiah) dalam hal selain yang disebutkan di atas.
                                                                                        
7.      Saat, Tempat Pajak Terutang
Saat terutang pajak atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan untuk :
1)      Jual beli adalah sejak tanggal di buat dan ditandatanganinya akta, yaitu tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta pemindahan hak di hadapan Pejabat Pembuatan Akta Tanah/Notaris
2)      Tukar-menukar adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta
3)      Hibah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta
4)      Waris adalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan haknya ke Kantor Pertanahan
5)      Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainya adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta
6)      Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta
7)      Lelang adalah sejak tanggal penunjukan pemenang lelang, yaitu tanggal ditandatanganinya Risalah Lelang oleh Kepala Kantor Lelang Negara atau kantor lelang lainya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang memuat antara lain nama pemegang lelang
8)      Putusan hakim adalah sejak tanggal putusan pengadilanyang mempunyai kekuatan hukum yang tetap
9)      Hibah wasiat adalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan haknya ke Kanto Pertanahan
10)  Pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah sejak tanggal ditandatangani dan diterbitkannya surat keputusan pemberian hak
11)  Penggabungan usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta
12)  Peleburan usaha adlah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta
13)  Pemekaran usaha adalah sejak tanggal dibuat dan dtandatanganinya akta
14)  Hadiah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta
                                                                             
Tempat BPHTB terutang adalah di wilayah Kabupaten, Kota, atau Profinsi yang meliputi letak tanah dan atau bangunan. BPHTB yang terutang dibayar ke kas negara melalui Bank/Kantor Pos Persepsi BPHTB, yaitu Kantor Pos dan atau Bank Badan Uaha Milik Negara atau tempat pembayaran lain yang di tunjuk oleh Mentri Keuangan menggunakan Surat Setoran Bea Peroleha Hak atas Tanah atau Bangunan (SSB). Hasil penerimaan BPHTB dibagi dengan pertimbangan sebagai berikut :
a)      20% (dua puluh persen) untuk pemerintah pusat yang selanjutnya dikembalikan lagi secara merata ke setiap kabupaten/kota
b)      16% (enam belas persen) untuk profinsi dan
c)      64% (enam puluh empat persen) untuk kabupaten/kota
                                           
8.      Pengurangan BPHTB
Dalam peraturan Menteri Keuangan No. 91/PMK.03/2006, Atas permohonan Wajib Pajak, dapat diberikan pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari pajak yang terhutang, dalam hal :
1.      wajib Pajak orang pribadi yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan Rumah  Susun Sederhana (RS), dan Rumah Susun Sederhana (RSH) serta Rumah Susun Sangat Sederhana (RSS) yang yang diperoleh langsung dari pengembangan dan dibayar secara angsuran.
Atas permohonan Wajib Pajak, dapat dikenakan pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan atu Bangunan sebesar 50% (lima puluh persen) dari pajak yang terutang
2.      Wajib Pajak badan yang memperoleh hak baru selain hak pengelolaan dan telah menguasai tanah dan atau bangunan secara fisik lebih dari 20 tahun yang dibuktikan dengan surat pernyataan wajib pajak dan keterangan dari Pejabat Pemerintah Daerah setempat
3.      Wajib Pajak orang pribadi yang menerima hibah dari orang pribadi yang mempunyai hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu serajat ke atas atau satu derajat ke bawah
4.      Wajib Pajak yang memperoleh hak atas tanah melalui pembelian dari ganti rugi Pemerintah yg nilai ganti ruginya dibawah Nilai jual Objek Pajak
5.      Wajip Pajak yang memperoleh hak atas tanah sebagai pengganti atas tanah di bebaskan oleh pemerintah untuk kepentingan umum
6.      Wajib Pajak yang melakukan Penggabungan Usaha atau Peleburan Usaha dengan atau tanpa terlebih dahulu megadakan Likuidasi dan telah memperoleh keputusan persetujuan penggunaan Nilai Buku dalam rangka penggabungan atau peleburan usaha dari Direktur Jendral Pajak
7.      Wajib Pajak memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan yang tidak berfungsi lagi seperti semula disebabkan bencana alam atau sebab-sebab lainnya
8.      Wajib Pajak Badan anak perusahaan dari perusahaan asuransi dan reasuransi yang memperoleh hak atas tanah atau bangunan yang berasal dari perusahaan induknya selaku pemegang saham tunggal sebagai kelanjutan dari pelaksanaan Ke[utusan Mentri Keuangan tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi
9.      Tanah atau bangunan digunakan untuk kepentingan sosial atau pendidikan yang semata-mata tidak untuk mencari keuntungan antara lain untuk panti asuhan, panti jompo, rumah yatim piatu, sekolah yang tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, rumah sakit swasta milik institusi pelayan sosial masyarakat


9.      Cara Penghitungan BPHTB
       Besarnya BPHTB terutang adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) dikurangi Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) dikalikan 5% (lima persen). Secara metematis adalah :
                                    BPHTB = 5% X (NPOP-NPOPTKP)


BAB III
PENUTUP


3.1 Kesimpulan
Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan adalah bea yang dikenakan pada setiap pemindahan hak atau hibah wasiat atas harta tetap dan hak-hak kebendaan atas tanah yang pemindahan haknya dilakukan dengan akta.
Subjek BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan. Subjek BPHTB yang dikenakan kewajibah wajib membayar BPHTB yang menurut perundang-undangan perpajakan yang menjadi Wajib Pajak.

3.2 Saran
Isi dari makalah ini masih belum lengkap dan jauh dari kodisi sempurna, oleh sebab itu penulis dengan senang hati mengaharapkan masukan dan kritikan dari pembaca guna penyempurnaan lebih lanjut.

DAFTAR PUSTAKA
                                                 

Achmad Tjahjono dan M.Fakhri Husein (2009),perpajakan,Edisi Keempat,UPP STIM YKPN,Yogyakarta.
Mardiasmo (2006),perpajakan,Edisi Revisi,CV Andi Offset,Yogyakarta.
Penjelasan dan Peraturan Pelaksanaan Berkaitan dengan Undang-Undang Perpajakan.
Waluyo (2008), Perpajakan Indonesia, Buku 1 edisi 8, Jakarta: Salemba Empat.
Ikatan Akuntan Indonesia (2007), Pernyataan  Standar Akuntansi Keuangan per September 2007, Penerbit Salemba Empat.
Sudirman Rismawati, SE.,M.SA dan Amiruddin Antong, SE.,M.Si(2012)  , Perpajakan Pendekatan Teori dan Praktik , Penerbit Empat Dua Media, Malang (jawa timur).



1 komentar:

  1. sedia software aplikasi untuk pemda salah satunya SIBPHTB (Sistem Informasi Bea Perolehan Hak Tanah dan Banguan) kunjungi www.aplikasipemda.com

    BalasHapus